- Mau bekerja keras;
- Kepercayaan diri tinggi;
- Mempunyai Visi kedepan;
- Bisa bekerja dalam Tim;
- Memiliki kepercayaan matang;
- Mampu berpikir analitis;
- Mudah beradaptasi;
- Mampu bekerja dalam tekanan;
- Cakap berbahasa Inggris; dan
- Mampu mengorganisasi pekerjaan.
Selain tentang keunggulan karakter para alumni 10 perguruan tinggi itu, dunia kerja mengetengahkan enam tips bagaimana para alumni hendaknya memiliki mutu sesuai yang diharapkan pasar kerja, (berdasarkan urutannya) yakni ;
- Aktif berorganisasi;
- Mengasah bahasa Inggris;
- Tekun belajar;
- Mengikuti perkembangan informasi;
- Memiliki pergaulan luas; dan
- Mempelajari aplikasi komputer.
Ketika dilakukan prekrutan dan penyeleksian karyawan baru yang berasal dari perguruan tinggi, dunia kerja akan memprioritaskan para alumni yang memenuhi delapan syarat (berdasarkan urutan) yakni:
- Indek prestasi komulatif;
- Kemampuan bahasa Inggris;
- Kesesuaian program studi dengan posisi kerja;
- Nama besar Perguruan Tinggi;
- Pengalaman kerja/magang;
- Kemampuan aplikasi komputer;
- Pengalaman organisasi; dan
- Rekomendasi.
Apa hubungan hasil survei di atas dengan topik artikel ini? Adakah hubungan kecerdasan berbasis IQ (intelligence quotient) dan E-SQ (emotional dan spiritual quotient) alumni perguruan tinggi dengan keberhasilannya di dunia kerja? Kalau dilihat dari sisi urutan kualitas alumni yang sedang bekerja maka tampak mereka yang berhasil di dunia kerja adalah yang menguasai EQ (urutan 1-5 dan 7-10). Karena itu wajarlah dunia kerja menyarankan kalau para alumni mau bekerja sebaiknya menguasai EQ sesuai dengan tips yang telah disarankan di atas. Namun bagaimana dengan persyaratan yang harus dipenuhi para alumni ketika sedang melamar? Tak satu pun persyaratan tertulis dari dunia kerja yang menekankan EQ menjadi unsur pertimbangan yang utama. Dalam hal ini justru IQ yang pertama yang dipertimbangkan dunia kerja. Baru kemudian kemampuan berkomunikasi bahasa Inggris, latar belakang program studi dan nama besar perguruan tinggi menjadi pertimbangan.
Pentingnya syarat IQ dan pengalaman kerja yang perlu dipenuhi oleh pelamar juga didukung oleh data yang saya kumpulkan dari iklan lowongan kerja yang ada di salah satu koran nasional edisi hari ini. Dari sampel survei kecil ini, tercatat lebih dari 100 lowongan kerja yang disediakan, dunia kerja menempatkan IQ dan pengalaman kerja menjadi syarat yang utama. Pertanyaannya apakah dengan demikian EQ tidak diperlukan ketika alumni perguruan tinggi akan memasuki dunia kerja? Tidak juga karena ketika terjadi penyeleksian, para pelamar umumnya dites baik dalam sisi akademik, pengetahuan umum, kepribadian, maupun tes minat. Setidak-tidaknya dengan menilai prestasi akademik alumni. Untuk melengkapi proses penyeleksian maka disamping tes-tes tersebut para pelamar juga diwawancarai terutama yang menyangkut aspek-aspek pengetahuan umum, kepribadian dan minat.
Yang menarik dari penyeleksian karyawan baru khususnya yang berasal dan kalangan perguruan tinggi adalah tidak ditempatkannya sama sekali persyaratan unsur EQ lebih-lebih dalam hal SQ. Barangkali karena dalam prakteknya belum ditemukan instrumen yang jelas untuk mengukur indikator dan bobot masing-masing elemen kedua quotient tersebut. Ini diperkirakan karena karena EQ dan SQ itu bersifat kualitatif. Misalnya mereka yang menguasai EQ adalah seseorang yang menurut Daniel Goleman. mempunyai empat elemen utama yakni kesadaran tentang diri sendiri (self awareness), pengelolaan diri sendiri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan kecakapan sosial atau bermasyarakat (social skills).
Berdasarkan hasil penelitian para neurolog dan psikolog, Goleman (1995) berkesimpulan bahwa setiap manusia memiliki dua potensi pikiran, yaitu pikiran rasional dan pikiran emosional. Pikiran rasional digerakkan oleh kemampuan intelektual atau yang popular dengan sebutan “Intelligence Quotient” (IQ), sedangkan pikiran emosional digerakan oleh emosi. Contoh keseharian dalam hal EQ adalah kemampuan berpikir positif terhadap orang lain, empati, bertanggung jawab, berinteraksi sosial, mudah menahan emosi marah dan kebencian atau pengendalian diri, kerjasama, kecakapan sosial, semangat dan motivasi, dan menghargai orang lain.
Sementara itu SQ berperan dalam melengkapi IQ dan EQ yang dimiliki seseorang. Dengan SQ seseorang dapat mengefektifkan IQ dan EQ yang dimilikinya dengan rambu-rambu sistem nilai agama dan kemanusiaan. Karena itu dia mampu memaknai hidup dan kehidupan dalam konteks yang lebih luas. Misalnya keseimbangan hidup untuk dunia dan untuk akhirat. Menghargai sesama rekan kerja sebagai mahluk Tuhan. Dengan kata lain tidak berperilaku sombong dan sebaliknya selalu rendah hati. Orang seperti ini juga pandai bersyukur atas karunia Tuhan. Dan takut kepada-Nya kalau akan berbuat buruk.
Apa implikasi penguasaan IQ, E-SQ dalam dunia pekerjaan? Sudah banyak referensi yang mengatakan bahwa IQ tidak akan berarti apa-apa ketika EQ dan SQ terbaikan. Lembaga di Amerika Serikat yang diberi nama Emotion Quotient Inventory (EQI ) telah mengumpulkan data-data orang-orang yang sukses. Hasilnya menunjukkan bahwa peran IQ terhadap keberhasilan seseorang yang sukses rata-rata hanya 6 % sampai 20 % saja. Selebihnya karena peran EQ dan SQ. Dari informasi seperti itu apakah dengan demikian ketika perusahaan akan membuka peluang atau lowongan kerja kepada khlayak tidak diperlukan persyaratan IQ tinggi? Tidak seperti itu. IQ tetap sangat penting dan ia merupakan pintu awal kesuksesan seseorang dalam dunia kerja.
Disadari bahwa selama ini perguruan tinggi tidak secara formal memasukkan E-SQ dalam kurikulum. Karena itu selain kebutuhan akan IQ maka perusahaan perlu melakukan proses pembelajaran E-SQ secara intensif ketika sudah menerima karyawan baru. Bentuknya antara lain bisa berupa sosialisasi, pelatihan-pelatihan, dan seminar-seminar motivasi berprestasi, pengendalian diri, kepemimpinan, komunikasi, kepribadian, kesadaran diri, kecakapan sosial, keagamaan, soft skills, dsb. Disamping itu akan lebih baik lagi perusahaan menanamkan dan mengembangkan budaya korporat, kedisiplinan, etos kerja keras, kerjasama, dan kekeluargaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar