Menghadapi abad ke 21 yang ditandai oleh libelarisasi perdagangan diperlukan upaya sungguh-sungguh untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang benar-benar siap menghadapi persaingan global yang makin terbuka.
Masalah besar kita adalah bagaimana mahasiswa kita tidak canggung saat akan memasuki dunia kerja? Suatu hal yang harus diantisipasi sedini mungkin adalah bagaimana dunia pendidikan mampu menciptakan tenaga kerja yang profesional. Hal ini penting karena tak lama lagi di berbagai industri yang menguasai adalah tenaga kerja dari luar negeri, bahkan dari negara tetangga kita yakni Malaysia, Singapura atau Filipina.
Menghadapi tantangan seperti itu, kita tidak cukup dengan hanya berbicara, berseminar, dan berkomentar dengan berbagai kegiatan belum pasti untuk diwujudkan atau bersikap memusuhi orang asing, tetapi kita justru harus berani melakukan inovasi dan bekerja sungguh-sungguh untuk mempersiapkan sumber daya manusia masa depan yang sudah terdidik untuk bersaing dalam dunia kerja, tidak hanya sebagai pekerja, tetapi juga sebagai wirausahawan (entrepreneurs). Sejalan dengan kebikjaksanaan pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional, maka proses pendidikan di perguruan tinggi harus memperhatikan lingkungan dan kebutuhan dunia kerja khususnya dunia usaha dan dunia industri.
Dunia kerja pada masa mendatang akan menjaring secara selektif calon tenaga kerja yang benar-benar profesional pada bidangnya,.oleh karena itu salah satu tantangan utama bagi lulusan perguruan tinggi adalah mempersiapkan diri sebaik-baiknya sebelum memasuki dunia kerja. Upaya peningkatan SDM Khususnya dalam pendidikan tinggi adalah melalui program Co-Op (Co-Operative Education), RAPID (Riset Andalan Perguruan Tinggi dan Industri) dan Program Riset Unggulan lainya yang merupakan sarana penting bagi pengembangan diri dan kemampuan berwirausaha serta kemandirian secara profesionalisme bagi lulusannya.
Untuk menghadapi tuntutan tersebut, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi telah menyatakan bahwa salah satu tujuan utama di bidang Pendidikan Tinggi untuk Pelita VI dan menyongsong tonggak-tonggak waktu tahun 2005 dan 2020 adalah; ”penataan sistem pendidikan tinggi agar lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan.”
Untuk membangun kemampuan kompetitif bangsa, harus dilaksanakan secara bersama-sama, konvergen dan sinergis dalam hal pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kesejahteraan bangsa. Komponen pemerintah, perguruan tinggi, dan industri harus bersama-sama menyatukan potensi dalam satu jaringan kerja yang setara dan sederajat untuk melakukan penelitian dan pengembangan secara terorganisir dan sistematik. Apalagi dalam era globalisasi saat ini Indonesia seperti negara berkembang lainnya dihadapkan pada tantangan munculnya persaingan bebas dalam perdagangan antar bangsa. Adanya persaingan bebas ini akan menyebabkan Indonesia “diserbu” atau diperhadapkan dengan berbagai macam produk dan teknologi baru dari negara lain.
Dalam kerangka upaya pencapaian daya saing industri, perguruan tinggi dapat berperan lebih dari sebatas penghasil teknologi, akan tetapi Perguruan tinggi dapat mengambil peran sebagai ‘agen perubahan,’ dan menjadi bagian penting dalam pelaksanaan pembangunan dan transformasi teknologi. Untuk bisa mengemban peran demikian, suatu jejaring relasi-relasi antara perguruan tinggi (academicians) dengan penyelenggara pemerintahan (government) dan para pelaku usaha (businessmen/women) perlu dikembangkan. Tujuan adalah; pertama; mewujudkan kerjasama sinerji berkelanjutan antara perguruan tinggi sebagai lembaga penelitian dan pemerintah serta dunia usaha melalui penyeimbangan kebutuhan pasar dan dorongan teknologi; kedua; mendorong berkembangnya sektor riil berbasiskan produk-produk hasil penelitian dan pengembangan dalam negeri sendiri untuk menumbuhkan kemandirian perekonomian bangsa; ketiga; menumbuhkembangkan budaya penelitian yang menghasilkan temuan prospektif dipasaran dan baik dikembangkan menjadi produk industrial yang dapat di produksi dan memberikan manfaat bagi masyarakat
Hal ini sangat penting kerena disadari, bahwa inovasi tidak terjadi dalam suatu area yang terisolasi dari lingkungannya, tetapi merupakan hasil dari interaksi diantara seluruh elemen-elemen dari sebuah sistem (inovasi). Sebuah sistem inovasi (baik berskala nasional maupun lokal), melampaui batas-batas dari sistem riset iptek yang formal, dan menjangkau berbagai elemen-elemen dari lingkungan usaha, sistem pendidikan dan pelatihan, sektor-sektor kebijakan publik, dan kondisi sosio-kultural. Elemen elemen kunci dalam sebuah sistem inovasi adalah institusi institusi dan proses institution building, yang mencakup; konteks regulasi, kaidah-kaidah, tradisi dan budaya, dinamika sosial, lintasan sejarah, keberagaman (diversitas) pelaku-pelaku.
Untuk ini, kapasitas absorptif (absorptive capacities), kapasitas alih pengetahuan, dan kemampuan untuk ‘to learn by interaction’ menjadi faktor -faktor krusial bagi keberhasilan inovasi dalam suatu jejaring. Pengetahuan baru dan berguna (baik secara sosial maupun komersial) merupakan hasil interaksi dan proses pembelajaran di antara berbagai aktor/elemen di dalam sistem inovasi; penghasil (producer), pengguna (user), pensuplai (supplier), otoritas publik, lembaga ilmiah, kesemuanya membangun sebuah “daya distribusi pengetahuan,” selain “daya cipta pengetahuan.”
Untuk itu, penyelenggaraan kegiatan-kegiatan inti tersebut tidak bisa terlepas dari konteks kebijakan-kebijakan yang menjadi lingkungan tempat perguruan tinggi tersebut tumbuh dan berkembang. Pertanyaan sekarang adalah; apakah pemerintah dalam hal ini pemprov dan dunia usaha di Maluku Utara punya nawaitu? wallahualam bissawab. *****
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar